Sejarah

Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang memiliki komitmen kuat dan kisah sukses dalam pengembangan dan pemajuan pendidikan, dakwah, kesehatan, dan kesejahteraan umat.  Sejak berdirinya hingga saat ini Muhammadiyah telah berhasil mengembangkan lembaga pendidikan dari TK, tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan berkembang  pesat. Sampai saat ini, jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTM/PTA) sudah mencapai 177 buah. Sebuah jumlah yang jauh melampaui PTN yang dimiliki Negara, yaitu 175 (120 PTN di bawah Kemendikti dan 55 PTN: UIN, IAIN, dan STAIN, di bawah Kemenag).

Namun demikian, sejauh ini Muhammadiyah belum dipandang “sukses” dalam mengembangkan dan memajukan pondok pesantren, dibandingkan dengan Nahdlatul Ulama. Bahkan belakangan ini, Muhammadiyah mengalami krisis kader ulama. Salah satu penyebab krisis ulama di kalangan Muhammadiyah ini adalah karena terlambatnya kaderisasi ulama melalui lembaga pendidikan yang otoritatif dan efektif, yaitu pondok pesantren. Selain itu, ada pergeseran nilai di kalangan keluarga besar Muhammadiyah, yaitu para orang tua cenderung “menyekolahkan” putra-putrinya di lembaga pendidikan negeri atau swasta, bukan di pondok pesantren Muhammadiyah.

Pondok pesantren (selanjutnya disebut: pesantren saja) merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pada mulanya pesantren didirikan untuk sosialisasi dan akselerasi dakwah Islam. Karena itu, pesantren menjadi garda terdepan dalam membelajarkan ajaran Islam, mulai dari al-Qur’an, al-hadits, tauhid, fiqh, akhlak, dan bahasa Arab. Metode pembelajaran di pesantren pada umumnya juga sangat sederhana, tidak menggunakan sistem kelas, tetapi dengan sistem sorogan dan/atau bandongan. Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum dan mata pelajaran ditambah sesuai dengan tuntutan zaman. Dewasa ini, pesantren telah mengalami banyak perubahan. Selain menggunakan sistem kelas seperti sekolah pada umumnya, pesantren juga membelajarkan pelajaran umum, seperti Sains, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi, Ekonomi dan Bahasa Inggris.

Selain itu, pesantren telah berperan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Banyak tokoh pergerakan nasional lahir dari kalangan pesantren. Azyumardi Azra, mencatat tiga peran utama ayang telah dilakukan oleh pesantren. Pertama, transmisi ilmu pengetahuan agama. Kedua, pemeliharaan tradisi keislaman; dan ketiga, mencetak ulama. Di samping ketiga peran tradisional tersebut, Azra juga mencatat bahwa kini banyak pesantren yang telah melampaui peran tradisional tersebut dengan mengembangkan diri sebagai pusat pengembangan masyarakat melalui berbagai program seperti koperasi dan pengembangan pertanian. Dewasa ini, menurut pengamatan kami, pesantren juga mengalami transformasi, baik secara instituasional maupun secara kultural. Selain mengembangkan MBS (Muhammadiyah Boarding School), pesantren Muhammadiyah juga mulai berorientasi substansi yang baru, yaitu trensains (pesantren sains).

Seiring dengan berkembangannya  boarding school (sekolah berasrama) dan smart school (sekolah pintar) karena animo dan harapan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu dan dapat menjamin terbentuknya karakter dan akhlak mulia pada diri peserta didik, maka Muhammadiyah merasa terpanggil untuk berkontribusi positif dalam pengembangan dan pemajuan MBS dan pontrenMu lainnya. Sejatinya, pendirian Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1918 (dengan nama Qism al-Arqa) adalah dalam rangka menyiapkan sekolah kader Muhammadiyah yang didesain dapat menghasilkan kader ulama, pemimpin, dan pendidik sebagai pembawa misi gerakan Muhammadiyah.  Selain kaderisasi ulama, pesantren Muhammadiyah juga diharapkan dapat menjadi pesantren (MBS) percontohan yang berkemajuan dengan mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, sains, keindonesiaan, kepemimpinan, dan keterampilan (berbahasa dan berwirausaha). Spirit untuk mengembangkan pontrenMu, baik dalam bentuk MBS, trensains, dan sebagainya, tidak dapat dipisahkan dari  aktualisasi dakwa amar ma’ruf dan nahi munkar di bidang pendidikan.

Atas dasar itu, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta bersinergi dengan UHAMKA, UMJ, dan STIEAD memandang penting didirikannya MSBS (Muhammadiyah Smart Boarding School) yang modern dan berkemajuan di Jampang Bogor.