KRITIK HADIS BERSANAD SAHIH: KAJIAN HADIS TENTANG KESIALAN ADA PADA TIGA; PEREMPUAN, KUDA, DAN RUMAH

Oleh: Nur Achmad, S.Ag., MA.

(Dosen ITB Ahmad Dahlan Jakarta & Pengasuh Ponpes MBS Ki Bagus Hadikusumo)

  1. PENDAHULUAN

Islam agama yang menjunjung tinggi harkat kemanusiaan[1] atas dasar monoteisme (tauhid), keadilan[2] dan kasih sayang[3]. Semua ajaran dalam Islam senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut dan mencegah terjadinya praktik-praktik yang bertentangan dengannya. Karena itu, menurut Ibnu Qayyim (w. 751 H) bahwa setiap terjadi paham/keyakinan atau tindakan yang keluar dari keadilan (al-‘adl) menuju kesewenang-wenangan (al-jawr), dari kasih sayang (al-rah}mah) menuju sebaliknya, dan dari maslahat menuju kerusakan (al-mafsada>t), serta dari hikmah (al-h}ikmah) menuju kesia-siaan (al-‘abath), maka bukanlah bagian dari syariah agama (fa laysat min al-syari>’ah)[4] sehingga pasti ditolak dan diluruskan oleh Al-Quran dan Sunnah.

Demikian pula dengan praktik diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi saat Al-Quran turun atau saat Rasulullah hidup disikapi oleh wahyu-wahyu yang turun. Al-Quran mengabadikan catatan kritik atas tradisi dan keyakinan Arab Jahiliah yang mendiskriminasi dan melanggengkan ketidakadilan kepada kaum perempuan, antara lain dalam ayat berikut:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)

Artinya: Dan jika salah satu dari mereka (Arab Jahiliah) diberi kabar gembira lahirnya bayi perempuan, wajahnya menjadi hitam karena menahan sedih dan murung. Ia bersembunyi-sembunyi dari kaumnya karena buruknya berita yang diterimanya, apakah ia akan membiarkan bayi perempuannya hidup di atas kehinaan ataukah akan menguburkannya (hidup-hidup) ke dalam tanah? Ingatlah, sungguh sangat buruk apa yang mereka putuskan.[5]

Al-Quran juga menggugat tradisi pembunuhan bayi-bayi perempuan yang telah menjadi pemandangan umum yang diskriminatif kala itu. Ini diabadikan dengan redaksi ayat pendek penuh tanya:

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ (8) بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ (9)

Artinya: Dan Apabila, bayi perempuan yang dukbur hidup-hidup ditanya. Atas salah apa, ia dibunuh? [6]

Tampaknya tradisi Jahiliah yang banyak menindas perempuan tersebut masih tersisa dalam adat dan keyakinan masyarakat berikutnya, walaupun kehadiran Nabi Muhammad SAW. sangat jelas melakukan pelurusan atas pandangan diskriminatif tersebut dan sangat jelas pula pembelaannya terhadap perempuan melalui ayat-ayat dan hadis tentang persamaan derajat. Salah satu yang menegaskan eksistensi dan peran perempuan adalah ayat berikut:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)

Artinya: Siapa saja yang beramal salih, laki-laki atau perempuan, sedang dia mukmin, maka sungguh Kami pasti memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan sungguh Kami pasti memberikan balasan pahala mereka dengan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.[7]

Demikian pula penegasan tersebut dinyatakan dalam ayat lain:

مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya: Siapa saja yang berbuat buruk maka tidak dibalas selain yang setimpal dengan keurukan tersebut dan siapa saja yang beramal salih, laki-laki atau perempuan, dalam keadaan beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga serta diberi rizki di dalamnya tanpa hitungan.[8]

Pandangan dan tradisi diskriminatif Arab Jahiliah inilah yang kerap kali menjadi faktor mengapa muncul pemahaman-pemahaman yang sering dianggap ajaran agama, namun sebenarnya hanyalah tradisi jahiliah yang sudah usang dan harus diluruskan karena diyakini bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai keadilan, kemuliaan manusia, kesederajatan kemanusiaan  di hadapan Allah, dan nilai kasih sayang dengan sejumlah ayat dan hadisnya.

Pertanyaanya, bagaimana jika ditemukan teks-teks keagamaan yang bias dengan budaya jahiliah diskriminatif dan cenderung memandang rendah terhadap perempuan serta hanya mengunggulkan pihak laki-laki? Apakah teks tersebut dapat diterima sebagai ajaran agama secara apa adanya? Ataukah diterima dengan interpretasi ulang berperspektif kesetaraan dan keadilan? Atau bahkan ditolak, jika benar-benar bertentangan dengan Al-Quran, hadis yang lebih kuat, logika akal sehat, dan realitas sejarah yang sudah tidak terbantahkan?

Pertanyaan ini perlu diajukan karena ajaran Islam tidak lah mungkin bertentangan satu sama lainnya. Pertanyaan demikian muncul karena Islam diyakini sebagai agama keadilan dan tidak mungkin merendahkan perempuan. Diyakini pula bahwa kehadiran Rasulullah SAW. sebagai teladan untuk melakukan revolusi intelektual dan sosial guna membela kaum tertindas, termasuk kaum perempuan yang berabad-abad sebelumnya ditindas oleh tradisi jahiliah.

Salah satu teks keagamaan yang perlu dikaji kembali adalah hadis tentang kesialan itu ada pada perempuan, kuda, dan rumah. Tulisan ini akan membahas kajian kritik matan hadis tentang kesialan pada yang tiga. Hadis ini banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis populer dan karenanya banyak menjadi dalil bagi sebagian kalangan untuk menguatkan pandangan yang merendahkan/diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Tulisan berikut akan menganalisis kualitas matan hadis tentang kesialan terdapat pada tiga hal; perempuan, rumah, dan kuda. Hadis tentang syu’m  (kesialan) ini, walaupun terdapat juga dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang secara sanad dinilai sah}i>h} (valid), namun masih perlu diteliti lebih lanjut status matannya. Apakah jika sanad (rangkaian periwayat) suatu hadis telah dinyatakan sahih, matannya juga otomatis sahih? Bagaimana menyikapi hadis tersebut? Bagaimana pendapat para ahli tentangnya?

  • PEMBAHASAN

B.1. Teks Hadis

Hadis ini cukup populer karena diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadis kenamaan, termasuk Imam Bukhari dan Muslim. Sejumlah perawi yang meriwayatkan hadis syu’m ini, yaitu:

B.1.1. Riwayat Bukhari

            Bukhari meriwayatkan hadis Syu’m ini dari jalaur Ibn ‘Umar, Sahl ibn Sa’d sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِنَّمَا الشُّؤْمُ فِي ثَلاَثَةٍ فِي الْفَرَسِ وَالْمَرْأَةِ وَالدَّار.

Artinya: Abu> al-Yama>n menceritakan hadis kepada kami, Syu‘aib mengabarkan hadis kepada kami, dari al-Zuhri>, ia berkata: Sa>lim bin Abdilla>h telah mengabarkan kepadaku bahwa Abdulla>h ibn ‘Umar RA. berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Kesialan itu hanyalah pada tiga; kuda, perempuan, dan rumah.” [9]

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ ، عَنْ مَالِكٍ ، عَنْ أَبِي حَازِمِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ فَفِي الْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ وَالْمَسْكَنِ.

Artinya: Abdulla>h ibn Maslamah telah menceritakan kepada kami, dari Ma>lik, dari Abi H{a>zim ibn Di>na>r, dari Sahl ibn Sa’d al-Sa>’idi> RA. sungguh Rasulullah SAW bersabda: “Jika (kesialan itu) ada pada sesuatu, maka terdapat pada perempuan, kuda, dan rumah.” [10]

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ ، حَدَّثَنَا يُونُسُ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ سَالِمٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاََ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ وَالشُّؤْمُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَرْأَةِ وَالدَّارِ وَالدَّابَّةِ.

Artinya: Abdulla>h ibn Muhammad telah bercerita kepada kami, Usman ibn Umar telah bercerita kepada kami, Yunus telag bercerita kepada kami, dari al-Zuhri, dari Sa>lim, dari (’Abdulla>h) Ibn ‘Umar, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak ada ‘Adwa>, tidak ada t}iyarah. Kesialan itu ada pada tiga; perempuan, rumah, dan binatang (tunggangan).”[11]

B.1.2. Riwayat Muslim

            Imam Muslim juga meriwayatkan hadis syu’m ini dari jalur Ibn ‘Umar,

وَحَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى قَالاَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِى يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حَمْزَةَ وَسَالِمٍ ابْنَىْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَإِنَّمَا الشُّؤْمُ فِى ثَلاَثَةٍ الْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ وَالدَّارِ ».

Artinya: Abu al-Tahir dan Harmalah ibn Yahya telah menceritakan kepada kami, keduanya berkata bahwa Ibn Wahb telah mengabarkan kepada kami, Ibnu Yunus telah mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Sihab, dari Hamzah dan Salim, keduanya anak ‘Abdullah ibn ‘Umar, dari ’Abdullah ibn Umar, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Tidak ada ‘Adwa>, tidak ada t}iyarah[12], kesialan hanyalah ada pada yang tiga; perempuan, kuda, dan rumah.” [13]

            Muslim juga meriwayatkan dari jalur Sahl ibn Sa’d, berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Jika (kesialan itu) ada, maka pada perempuan, kuda, dan rumah”.[14]

B.1.3. Riwayat Tirmizi

Imam Tirmizi meriwayatkan hadis ini dari jalur Ibnu Umar, Sahl ibn Sa’d, Anas, dan Aisyah RA., namun riwayat Aisyah yang diriwayatkan di Sunan Tirmizi ini juga tidak lengkap karena tidak menyatakan penggalan awal hadis.

حدثنا ابن أبي عمر حدثنا سفيان عن الزهري عن سالم و حمزة ابني عبد الله بن عمر عن أبيهما : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال الشؤم في ثلاثة في المرأة والمسكن والدابة

Artinya: Ibnu Abi> ‘Umar telah menceritakan kepada kami, S{ufya>n telah menceritakan kepada kami, dari al-Zuhri>, dari Sa>lim dan H{amzah, keduanya anak Abdulla>h ibn ‘Umar, dari bapaknya, bahwa Rasulullah bersabda: “Kesialan itu terdapat pada tiga; perempuan, rumah, dan binatang kendaraan”.[15]

            Tirmizi juga meriwayatkan dalam bab ini dari Sahl ibn Sa’d dan ‘Aisyah serta Anas. Ia berkata dan telah diriwayatkan dari Nabi SAW.: “Jika ada kesialan pada sesuatu, maka itu terdapat pada perempuan, binatang tunggangan, dan rumah”.[16]

B.1.4. Riwayat Nasa’i

            Imam Nasa’I juga meriwayatkan hadis ini dari Salim, dari Ibnu ‘Umar, sebagai berikut:

أخبرنا قتيبة بن سعيد ومحمد بن منصور واللفظ له قالا حدثنا سفيان عن الزهري عن  سالم عن أبيه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : الشؤم في ثلاثة المرأة والفرس والدار

Artinya: Qutaibah ibn Sa’id dan Muhammad ibn Mansur telah mengabarkan kepada kami (dengan lafaznya ibn Mansur), keduanya berkata Sufya>n telah menceriatakan kepada kami, dari al-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya (‘Abdullah ibn ‘Umar), dari Nabi SAW. bersabda: “Kesialan itu pada tiga; perempuan, kuda, dan rumah.”[17]

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَبَلَةَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ جَعْفَرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ ، عَنْ إِسْحَاقَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الشُّؤْمُ فِي ثَلاَثَةٍ فِي : الْمَسْكَنِ ، وَالْفَرَسِ ، وَالْمَرْأَةِ

Artinya: Muhammad ibn Jabalah berkata: Abdullah ibn Ja’far telah menceritakan kepada kami, ‘Ubaidullah telah menceritakan kepada kami, dari Ishak, dari al-Zuhri, dari Hamzah ibn Abdillah, dari ayahnya, bahwa Nabi SAW. bersabda: “Kesialan itu ada pada tiga; rumah, kuda, dan perempuan.”[18]

B.1.5. Riwayat Ahmad

            Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara lengkap dari awal hingga akhir dari ‘Aisyah RA., dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini sekaligus membantah riwayat lain yang tidak lengkap dan tidak valid penukilannya. Sebagai berikut:

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا بهز ثنا همام انا قتادة عن أبي حسان ان رجلا قال لعائشة ان أبا هريرة يحدث ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ان الطيرة في المرأة والدار والدابة فغضبت غضبا شديدا فطارت شقة منها في السماء وشقة في الأرض فقالت إنما كان أهل الجاهلية يتطيرون من ذلك )تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم(

Artinya: Abdullah menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Bahz telah menceritakan kepada kami, Hammam telah menceritakan kepada kami, Qatadah telah mengabarkan kepada kami dari Abi Hasan, sungguh ada seseorang berkata kepada Aisyah RA. bahwa Abu Hurairah RA. menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh kesialan itu ada pada perempuan, rumah, dan binatang (tunggangan)”, maka Aisyah marah sekali hingga melotot ke atas dan ke tanah/bawah, kemudian berkata: “Hanyalah orang–orang Jahiliah yang biasa berfirasat sial seperti itu.” [19]

Ahmad juga meriwayatkan hadis ini dari Aisyah RA. yang berisi sanggahan terhadap apa yang disampaikan oleh sahabat-sahabat yang lain, sebagai berikut:

حدثنا عبد الله حدثني أبى ثنا يزيد قال أنا همام بن يحيى عن قتادة عن أبى حسان قال دخل رجلان من بنى عامر على عائشة فأخبراها ان أبا هريرة يحدث عن النبي صلى الله عليه و سلم انه قال : الطيرة من الدار والمرأة والفرس فغضبت فطارت شقة منها في السماء وشقة في الأرض وقالت والذي أنزل الفرقان على محمد ما قالها رسول الله صلى الله عليه و سلم قط إنما قال كان أهل الجاهلية يتطيرون من ذلك )تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم(

Artinya: Abdullah menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Yazid telah menceritakan kepada kami, Hammam ibn Yahya telah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Abi Hasan, berkata ada dua orang dari Bani Amir ke rumah Aisyah, kemudian keduanya berkata kepada Aisyah RA. bahwa Abu Hurairah RA. menceritakan hadis dari Nabi SAW. bersabda: “Kesialan itu ada pada rumah, perempuan, dan kuda”, maka Aisyah marah sekali hingga pandangannya ke atas dan ke bawah, kemudian berkata: “Demi Zat Yang Menurunkan al-Furqan kepada (Nabi) Muhammad, Rasulullah SAW. tidak pernah mengatakan hal itu sama sekali. Beliau hanya berkata: “Orang-orang Jahiliah berfirasat sial seperti itu.”[20]

Menurut penelitian al-Arna’uth, isna>d (rangkaian periwayat) hadis ini sahih sesuai persyaratan Imam Muslim.

B.1.6. Riwayat Abu Da>wu>d al-T{aya>lisi>

            Abu> Da>wu>d al-T{aya>lisi> (bukan Abu> Da>wu>d al-Sa>jistani>) meriwayatkan hadis ini dalam Musnadnya secara lengkap baik dari versi riwayat Ibnu Umar maupun Aisyah RA. sebagai berikut:

حدثنا أبو داود قال : حدثنا عبد الله بن بديل ، عن الزهري ، عن سالم ، عن ابن عمر ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « الشؤم في ثلاثة ، في الدار والمرأة والفرس »

Artinya: Abu> Da>wu>d telah menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Abdulla>h ibn Budayl menceritakan kepada kami, dari al-Zuhri>, dari Sa>lim, dari Ibnu ‘Umar, berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Kesialan itu ada pada tiga; rumah, perempuan, dan kuda.” [21]

حدثنا أبو داود قال : حدثنا محمد بن راشد ، عن مكحول ، قيل لعائشة إن أبا هريرة ، يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « الشؤم في ثلاثة : في الدار والمرأة والفس » فقالت عائشة : لم يحفظ أبو هريرة لأنه دخل ورسول الله صلى الله عليه وسلم ، يقول : « قاتل الله اليهود ، يقولون إن الشؤم في ثلاثة : في الدار والمرأة والفرس » فسمع آخر الحديث ولم يسمع أوله.

Artinya: Abu Dawud telah menceritakan kepada kami, ia berkata Muhammad ibn Rasyid telah menceritakan kepada kami, dari Makh}ul, dikatakan kepada Aisyah RA. bahwa Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW. telah bersabda: “Kesialan itu pada tiga hal; rumah, perempuan, dan kuda”. Seraya Aisyah berkata: “Abu Hurairah tidak hafal (hadis itu) karena ia masuk (tapi terlambat) sedang Rasulullah SAW. bersabda: “Allah memusuhi kaum Yahudi, mereka berkeyakinan bahwa kesialan itu pada tiga hal; rumah, perempuan, dan kuda”. Abu Hurairah hanya mendengar bagian akhir hadis, tidak mendengar awalnya.[22]

Dan beberapa periwayat lain yang menuturkan hadis semakna di atas.

B.2. Kandungan Hadis

            Hadis tentang syu’m ini mengandung pesan bahwa seseorang boleh merasa ada kesialan pada tiga hal tersebut, yaitu perempuan, rumah, dan kuda. Ini jika disimpulkan dari penggalan akhir hadis: “Kesialan ada pada tiga hal; perempuan, rumah, dan kuda”. Namun jika mengikuti riwayat Aisyah RA yang disambungkan dengan penggalan awalnya yaitu: Ka>na ahlu al-ja>hiliyyah yaqu>lu>na al-Syu’mu (al-T{iyaratu) fi al-mar’ah wa al-da>bbah wa l-da>r” [23] (Orang-orang Jahiliah berkata bahwa kesialan itu ada pada perempuan, binatang tunggangan, dan rumah”, maka hadis ini mengandung pesan bahwa hanya Kaum Jahiliah yang memiliki keyakinan bahwa kesialan itu dalam tiga hal tersebut. Ini artinya, seorang mukmin tidak dibenarkan memiliki sikap bahwa kesialan itu ada pada tiga dan seterusnya. Hal demikian dilarang oleh Rasulullah dalam hadis lain bahwa orang yang tidak melakukan tat}ayyur atau tidak percaya pada t}iyarah dan senantiasa bertawakkal kepada Allah akan masuk surga tanpa dihisab.[24]

            T{iyarah, bentuk mas}dar dari tat}ayyara, dalam hadis di atas adalah istilah orang Arab Jahiliah yang menunjukkan pada salah satu jenis sihir atau yang menyerupai itu. Sementara menurut al-As}ma‘i> seperti dikuti al-Nawawi>, t}iyarah adalah sesuatu seperti jampi-jampi atau suwuk yang membuat perempuan tergila-gila pada suaminya.[25] Masih dalam al-Nawawi yang mengutip pendapat al-Khat}t}a>bi> dan yang lainnya bahwa t}iyarah itu dilarang kecuali terhadap tiga hal yaitu rumah yang tidak nyaman dihuni, perempuan yang tidak disukai pergaulannya, dan kuda yang tidak bisa diajak berperang di jalan Allah.[26]

Ada sebagian pendapat yang diduga kuat tidak mendapat informasi lengkap tentang penolakan oleh Aisyah RA. menyatakan bahwa yang dimaksud sialnya perempuan adalah kemandulannya, sialnya kuda adalah yang tidak digunakan untuk perang di jalan Allah, dan sialnya rumah adalah yang tetangganya berperangai buruk.[27]

B.3. Analisis Matan Hadis

Dalam kajian ilmu hadis, jika ada riwayat yang matannya bertentangan dengan ayat Al-Quran, riwayat hadis yang lebih kuat, logika akal sehat, dan sejarah yang sudah dipastikan kebenarannya, maka riwayat yang demikian tertolak atau gugur, walaupun memiliki sanad yang sahih.[28]

Karenanya, al-Dami>ni> menyatakan bahwa para ahli hadis menetapkan kaidah: Laysa kulla ma> s}ah}h}a isna>duhu s}ah}h}a matnuhu (Tidak setiap hadis yang sahih sanadnya, sahih pula matannya).[29] Ibnu Qayyim (w. 751), sebagaimana dikutip oleh al-Damini, menyatakan bahwa sahihnya isna>d merupakan salah satu syarat sahihnya hadis, namun tidak selalu demikian, karena sahihnya hadis harus memenuhi semua persyaratan, yaitu: sanadnya sahih, bebas dari ‘illat/cacat, bebas dari syazz/kelemahan dan keganjilan (naka>rah), dan juga tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang thiqa>t (terpercaya).[30]

Hadis tersebut membawa kesan kuat pandangan diskriminatif terhadap kaum perempuan bahwa perempuan (yang disejajarkan dengan rumah serta kuda) membawa kesialan bagi manusia (yakni, manusia laki-laki). Riwayat yang disandarkan oleh sementara perawi kepada Nabi SAW., padahal Nabi tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang salah atau bertentangan dengan Al-Quran, inilah yang mendorong Aisyah melakukan penolakan. Penegasan Aisyah RA bahwa hal demikian (kesialan) itu dikatakan oleh Ahlu al-Ja>hiliyyah (dalam satu riwayat)[31] atau al-Yahu>d (dalam riwayat lain).[32] Jabi bukan Nabi SAW yang menyatakan, karena Nabi hanya mengungkap paham jahiliah atau Yahudi dan bermaksud meluruskannya.

Aisyah RA., sebagai seorang perempuan (istri dan sahabat Nabi) yang termasuk paling banyak mengetahui dan menghafal hadis Nabi, ketika mendengar seseorang menyampaikan riwayat tersebut langsung menolaknya, bahkan menampakkan kemarahan yang luar biasa. Pandangan yang diskriminatif tersebut tidak mungkin disampaikan oleh Rasulullah SAW. Seperti ditegaskan dalam riwayat Ahmad dan al-T{aya>lisi> dinyatakan bahwa Abu Hurairah tidak lengkap dalam meriwayatkan hadis tersebut yang semestinya ada pernyataan di awal (Kaum Jahiliah atau Kaum Yahudi memiliki keyakinan bahwa) kesialan itu ada pada perempuan, rumah, dan kuda. Sebenarnya pandangan Kaum Yahudi atau Kaum Jahiliah inilah yang hendak diluruskan oleh Rasulullah SAW.

Imam Ibn Qutaybah (w. 276) [33], yang juga dikutip oleh S{ala>h}uddi>n al-Adlabi[34], meriwayatkan hal yang sama dengan Imam Ahmad tentang penolakan ‘Aisyah RA. atas hadis yang menyatakan kesialan ada pada perempuan, rumah dan kuda tersebut dengan menambahkan pernyataan bahwa ‘Aisyah menggunakan ayat 22 Surat Al-H{adi>d sebagai dasar penolakan. Ayat itu berbunyi:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya: Tidak ada kejadian di Bumi dan juga di dalam dirimu, kecuali telah terdapat di dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menjadikannya. Sungguh hal itu mudah bagi Allah.

Begitu juga Imam al-Zarkasyi (w. 794) dalam Ijabah[35], yang juga dikutip S{alah}uddi>n al-Adlabi>,[36] menguatkan penolakan Aisyah RA. karena memang ber-tat}ayyur itu dibenci dan tidak dibenarkan dalam Islam dengan mengungkapkan hadis Nabi SAW. yang memuji orang yang tidak ber-tat}ayyur (meyakini adanya t}iyarah) dan selalu bertawakkal kepada Allah akan masuk surga tanpa dihisab bersama 70 ribu orang lainnya. Riwayat ‘Aisyah yang menolak hadis syu’m ini lebih mendekati kebenaran karena mengandung klarifikasi dan hal ini sesuai dengan larangan Nabi secara umum terhadap tat}ayyur/perasaan kesialan. [37]

            Al-Mana>wi> dalam Fayd} al-Qadi>r menyebutkan bahwa hadis riwayat dari Ibnu ‘Umar tentang kesialan pada tiga di atas bertentangan dengan hadis riwayat Bayhaqi> dari Aisyah RA. yang menolak penggalan akhir hadis itu dengan membacakan ayat 22 Surat al-H{adi>d seperti yang disebutkan dalam riwayat Ahmad dan T{ayali>si>.[38]      

Dalam Tafsir Ummu al-Mu’minin Aisyah RA., Abdulla>h Abu> al-Su’u>d Badr menulis bahwa menurut riwayat Ahmad di atas, Aisyah RA. menolak penuturan Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW. bersabda “kemalangan itu ada pada perempuan, kuda, dan hunian”, hingga Aisyah RA membacakan Surat al-H{adi>d ayat 22.[39] Ini menunjukkan bahwa berdasarkan ayat ini, Aisyah menolak semua keyakinan dan paham tentang kemalangan atau kesialan.

Dengan demikian riwayat hadis yang dinilai sahih secara sanad dalam banyak riwayat di atas, ditolak karena tidak sahih sebab periwayatnnya tidak lengkap. Rasulullah SAW. tidak pernah menyatakan hal demikian. Dalam kasus ini terjadi kekuranglengkapan atau ketidaksempurnaan pendengaran oleh perawi pertama dalam mengutip sabda Rasulullah. Dalam penuturan Aisyah RA., riwayat yang lebih kuat, Rasulullah SAW semula hanya menyinggung keyakinan kaum Jahiliah dan Kaum Yahudi yang memiliki pandangan tentang kesialan pada tiga hal di atas.

Dalam kajian hadis, jika terjadi pertentangan hadis dengan ayat al-Quran atau dengan riwayat hadis yang lebih kuat, maka riwayat yang lemah atau yang tidak lengkap harus ditinggalkan, meskipun sanadnya sahih, dan diambil yang lebih kuat atau lengkap. Dalam kasus hadis di atas adalah hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud al-Tayalisi dari Aisyah RA. dari Nabi SAW. dijadikan hujjah dan meninggalkan riwayat selain itu yang tidak lengkap, karena akan bertentangan dengan Al-Quran surat al-Hadid: 22 seperti yang telah disebutkan.

  • PENUTUP

Kesimpulannya bahwa hadis tentang kesialan atau kemalangan pada perempuan, kuda, dan rumah yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar dan Sahl ibn Sa’d yang tidak utuh tersebut adalah sahih isnad, namun matannya mengandung kelemahan, karena tidak lengkap dalam penukilan hadis dari Rasulullah SAW. Karenanya hadis kesialan di atas tidak bisa dijadikan hujjah dalam agama  sebab bertentangan dengan ayat Al-Quran dan hadis lain yang lebih lengkap dan kuat. Sedangkan hadis yang diriwayatkan Aisyah RA dari Nabi SAW bahwa penduduk Jahiliah dan Kaum Yahudi yang mengatakan bahwa kesialan ada pada perempuan, kuda, dan rumah adalah sahih sehingga bisa dijadikan hujjah.

DAFTAR PUSTAKA

Adlabi>, S{ala>h}uddin ibn Ah}mad al-, Manhaj Naqd al-Mutu>n ‘inda ‘Ulama>’ al-H{adi>th  al-Nabawi> (Beirut: Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, 1983).

‘Asqala>ni>, Ibn H{ajar al-. Fath}u al-Ba>ri> fi> Sharh} S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.

Badr, Abdulla>h Abu> Su’u>d, Tafsi>r Umm al-Mu’minin Aisyah RA., (Terjemahan Ghazi Saloom dan Ahmad Syaiku), Jakarta: Serambi, 2000.

Bukha>ri>, Muh}ammad ibn Isma>‘i>l ibn Ibra>hi>m al-, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2004.

Dami>ni>, Musfir ‘Azmulla>h al-, Maqa>yi>s Naqd Mutu>n al-Sunnah, Riyadh: 1404/1984.

Fayru>za>ba>di>, Majd al-Di>n Muh}ammad ibn Ya‘qu>b al-, al-Qa>mu>s al-Muh{i>t}, Beirut: Da>r al-Fikr, 2005. 

Ibn Manz}u>r, Jama>l al-Di>n Muh}ammad ibn Mukrim al-Afriqi> al-Mishri>. Lisa>n al-‘Arab. Kairo: Da>r al-Hadi>th, 2006.

Ibn Qayyim al-Jawziyah, I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n, Kairo: Mat}abi’ al-Islam, 1980, juz 3.

——-, al-Mana>r al-Muni>f fi> al-S{ah}i>h} wa al-D{a‘i>f, Tah}qi>q ‘Abdu al-Fatta>h} Abu> Ghuddah, Riyad:  Maktab al-Matbu‘at al-Islamiyyah, 1389 H.

Ibn Qutaybah, Abdulla>h ibn Muslim, Ta’wi>l Mukhtalaf al-H{adi>th, Beirut: dar al-Fikr, 1995.

Khair, ‘Abd al-Qadi>r ‘Abd al-, et.al., Sunan Abi> Da>wu>d: Sharh} wa Tah}qi>q ‘Abd al-Qadi>r ‘Abd al-Khair wa Sayyid Muh}ammad Sayyid wa Sayyid Ibrahim, Kairo: Da>r al-H{adi>th, 1999.

Mana>wi>, Muh}ammad ‘Abd al-Ra‘u>f al-. Fayd} al-Qadi>r Syarh} al-Jami’ al-Saghi>r min Ah}a>di>th al-Basyi>r al-Nadhi>r. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006.

Muslim ibn H{ajja>j al-Qushairi> al-Naysa>bu>ri>, al-Ima>m Abu> al-H{asan, S{ah}i>h} Muslim, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2003.

Nasa’i>, Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Shu‘ayb ibn ‘Ali> al-Khurasa>ni> al-, Sunan al-Nasa’i>, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2005.

Nawawi, S{ah}i>h} Muslim bi Sharh} al-Nawawi>, Kairo: Mu’assasah al-Mukhta>r, 2001.

Sa>jista>ni>, Abu> Da>wu>d Sulayma>n ibn al-Ash‘ath al-. Sunan Abi> Da>wu>d, (Tah}qi>q S{idqi> Muh}ammad Ja>mil). Beirut: Da>r al-Fikr, 2003.

Sya>t}ibi> Ibra>hi>m ibn Mu>sa> al-Lakhmi> al-Gharna>t}i> al-Ma>liki>, Abu> Ishaq al-. al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l al-Shari>‘ah. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2005.

T{aya>lisi>, Musnad al-Tayalisi, Juz 3, 124. (Maktabah Syamilah) Al-Tayalisi, Musnad al-Tayalisi, Juz 3, (Maktabah Syamilah)

Tirmiżi, Abu> ‘I<sa> Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Saurah al-. Sunan al-Tirmidhi>, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2003.

Winsink, A. J. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Hadith al-Nabawi>. Leiden: Maktabah Brill, 1936.

Zarkasyi>, Badr al-Di>n, al-Ija>bah li I<ra>di ma> stadrakathu ‘A<isyah ‘ala al-S{ah}a>bah, Beirut: al-maktab al-Islami, 1970.


[1] Antara lain dinyatakan dalam Qs. al-Tin/ : 4: لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ : ; QS. al-Isra’/17: وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

[2] Antara lain dinyatakan dalam Qs. al-Nisa’/4: 58: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا  

[3] Ditegaskan antara lain dalam Qs. al-Anbiya’: 107: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.

[4] Ibn Qayyim al-Jawziyyah, I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n, (Kairo: Mat}abi’ al-Islam, 1980), juz 3, 3. Ibnu Qayyim menegaskan: الشريعة مبناها واساسها على الحكم ومصالح العباد فى المعاش والمعاد. وهى عدل كلها ورحمة كلها ومصالح كلها وحكمة كلها , فكل مسألة خرجت عن العدل الى الجور وعن الرحمة الى ضدها وعن المصلحة الى المفسدة وعن الحكمة الى العبث فليست من الشريعة وان أدخلت فيها بالتأويل“.

[5] Qs. al-Nah}l: 58-59.

[6] Qs. al-Takwi>r: 8-9

[7] Qs. al-Nah}l: 98.

[8] Qs. Ghafir: 40.

[9] Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Kitab al-Jiha>d wa al-Siyar, Bab Ma> Yuzkaru min Syu’mi al-Faras, no. 2858, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2004), 526.

[10] Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Kitab al-Jihad wa al-Sayr, Bab Ma Yuzkaru min Syu’mi al-Faras, no. 2859, 526.

[11] Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Kitab al-Tibb, Bab al-Tiyarah, no. 5853, 1069-1079.

[12] Adwa> dan t}iyarah adalah ungkapan tentang kesialan dalam tradisi Arab Jahiliah.

[13] Muslim ibn H{ajja>j, S{ah}i>h} Muslim, Kita>b al-Sala>m, Ba>b al-T{iyarah wa al-Fa’l wa Ma> yaku>nu fi>hi min al-Syu’mi, no. 2225, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), 878.

[14] Muslim ibn H{ajja>j, S{ah}i>h} Muslim, no. 2226, h. 879

[15] Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi wa huwa al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h}, Kita>b al-Adab, Ba>b Ma> Ja>’a fi> al-Syu’mi, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2003), 659.

[16] Al-Tirmizi, Sunan, Kita>b al-Adab, 659.

[17] Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, Kitab al-Khayl, Bab Syu’mu al-Khayl, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2005), 585.

[18] Al-Nasa’I, Sunan al-Kubra li al-Nasa’I, hadis nomor 9230-9234, juz 8, h. 305.

[19] Ahmad, Musnad Ahmad, Bab Hadis al-Sayyidah ‘Aisyah RA., juz 6, 150. (Maktabah Syamilah)

[20] Ahmad, Musnad Ahmad, Bab Hadis al-Sayyidah ‘Aisyah RA., juz 6, 240. (Maktabah Syamilah). Lihat juga Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Ija>bah li I<ra>di ma> stadrakathu ‘A<isyah ‘ala> al-S{ah}a>bah, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1970), 115. Dalam al-Zarkasyi ini ada tambahan ‘Aisyah menolak riwayat hadis dengan merujuk Surat Al-Hadid, ayat 22: Ma> as}a>ba min mus}i>batin fi al-ardhi wa la> fi> anfusikum illa> fi> kita>b min qabli an nabra’aha>…(Tidak ada kejadian yang terjadi di Bumi dan juga di dalam diri kamu kecuali terdapat dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum hal itu Kami ciptakan…)

[21] Abu> Da>wu>d al-T{aya>lisi>, Musnad al-T{aya>lisi>, Daru Hijr, juz 3, 362. (Maktabah Syamilah)

[22] Al-Tayalisi, Musnad al-T{aya>lisi>, Juz 3, 124. (Maktabah Syamilah)

[23] Sebagaimana dalam Riwayat Ah}mad dan al-T{aya>lisi> di atas yang kemudian dikutip oleh Ibnu Qutaybah, al-Dami>ni>, dan al-Adlabi>.

[24] Badr al-Di>n al-Zarkasyi>, al-Ija>bah, 115.

[25] Al-Nawawi>, S{ah}i>h} Muslim bi Sharh} al-Nawawi>, Kairo: Mu’assasah al-Mukhta>r, 2001, jilid 7, juz 14, 230.

[26] Al-Nawawi>, Sharh} al-Nawawi>, 230-231.

[27] Badr al-Di>n al-Zarkasyi>, al-Ija>bah, 117. Lihat juga dalam al-Mana>wi>, Fayd} al-Qadi>r Sharah} al-Ja>mi’ al-S{aghi>r, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006., 710.

[28] Musfir ‘Azmulla>h al-Dami>ni>, Maqa>yi>s Naqd Mutu>n al-Sunnah (Riyadh: 1984), 61-108. Lihat juga Al-S{ala>h} al-Di>n al-Adlabi>, Manhaj Naqd al-Matn ‘inda ‘Ulama> al-H{adi>th, 239, 273, 280.

[29] Musfir ‘Azmulla>h al-Dami>ni>, Maqa>yi>s Naqd Mutu>n al-Sunnah (Riyadh: 1984), 128

[30] Musfir ‘Azmulla>h al-Dami>ni>, Maqa>yi>s Naqd Mutu>n al-Sunnah (Riyadh: 1984), 128.

[31] Ahmad, Musnad Ahmad, Bab Hadis al-Sayyidah ‘Aisyah RA., juz 6, 240. (Maktabah Syamilah). Lihat juga dalam Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Ija>bah li I<ra>di ma> stadrakathu ‘A<isyah ‘ala> al-S{ah}a>bah, 114.

[32] Al-Tayalisi, Musnad al-Tayalisi, Juz 3, 124. (Maktabah Syamilah).

[33] ‘Abdulla>h ibn Muslim ibnu Qutaybah, Ta’wi>l Mukhtalaf al-H{adi>th (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 99.

[34] S{ala>h}uddin ibn Ah}mad al-Adlabi>, Manhaj Naqd al-Mutu>n ‘inda ‘Ulama>’ al-H{adi>th  al-Nabawi> (Beirut: Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, 1983), 123.

[35] Badru al-Din al-Zarkasyi, al-Ija>bah, 114-115.

[36] Sala>h}uddi>n ibn Ah}mad al-Adlabi>, Manhaj Naqd al-Mutu>n, 123.

[37] Badru al-Din al-Zarkasyi, al-Ija>bah, 115.

[38] Al-Mana>wi>, Fayd} al-Qadi>r Syarh} al-Ja>mi’ al-S{aghi>r, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006, jilid 2, 711.

[39] Abdulla>h Abu> al-Su’u>d Badr, Tafsi>r Ummi al-Mu’mini>n ‘Aisyah RA., (terj. Ghazi Saloom dan Ahmad Syaikhu), Jakarta: Serambi, 2000, 303.

Bagikan :

Kabar Lainnya

INFORMASI PSB (Penerimaan Santri Baru) MBS Ki Bagus Hadikusumo, Tahun 2024-2025
PR IPM SMP MBS KBH, Gelar ENTERFUT (Enterpreneur, Future) & Skills, "Santri Mandiri dan Kreatif"
Pertemuan Istimewa Dewan Mudir Ponpes MBS KBH bersama para alumni yang sedang Studi di Al-Azhar Kairo Mesir .
Dewan Mudir MBS Jampang, Mengikuti Program Penguatan Pengambilan Fatwa di Darul Ifta MESIR.
Antisipasi Persebaran DBD, MBS Jampang Lakukan Fogging di Lingkungan Pesantren.
Selamat menempuh Ujian Kepesantrenan untuk Seluruh Santri PP MBS Ki Bagus Hadikusumo,

Hubungi kami di: 085778993848

Kirim email ke kamikibagushadikusumombs@gmail.com